Selasa, 15 September 2015

Guardian of Linserd?

Sore hari mulai berlalu seiring aku membaca buku yang sekali lagi berceritakan mengenai bajak laut. Menjadi kapten bajak laut adalah mimpiku, mengarungi ketujuh samudra dan mengalahkan monster laut adalah keinginanku sewaktu aku masih kecil. Ayahku dulu adalah seorang bajak laut yang hebat, ia mengorbankan dirinya untuk menyelamatkan kota Linserd ini. Dulu, kota ini pernah diserang oleh Hydra, binatang yang sangat besar dan buas. Ayahku yang bernama Veritas rela dibawa oleh Hydra. Dari saat itu ayahku menghilang dibawa oleh ombak. 
            Namaku Lenn dan aku tinggal bersama ibuku dan teman baikku dari kecil yang bernama Rinn. Orang tua Rinn sudah tidak ada sejak Rinn masih kecil. Rinn di asuh oleh paman Roy yang adalah seorang pandai besi yang hebat. Ibuku telah jatuh sakit beberapa bulan terakhir ini. banyak orang yang bilang kalau ibuku sudah dikutuk oleh Calypso, yang juga disebut penyihir lautan.
            Aku tidak tega melihat ibuku tergolek lemah dan tidak bisa melakukan apa-apa. Aku berjanji akan menemukan obat yang bisa menyembuhkan ibuku, dan juga akan menemukan Veritas, ayahku yang hilang dilautan sana. Paman Lycca yang adalah adik ibuku bertanggung jawab akan kelangsungan hidup kita. Dia menjadi seorang bajak laut untuk menafkahi kita semua. Paman Lycca juga berjanji kalau dia akan membawa aku dan Rinn mengarungi samudera untuk menyembuhkan ibuku.
            “Paman, masih ingat kan dengan janji yang pernah paman buat? Aku ingin Cepat-cepat berlayar, aku ingin ibuku sembuh, aku ingin menjadi seorang kapten bajak laut yang hebat” kata ku kepada paman Lycca
            “Baiklah Lenn, karena kegigihan dan dedikasi yang sudah kamu tunjukkan. Besok kita akan berlayar, ajak Rinn juga. Kita membutuhkan orang yang bisa menyembuhkan orang yang terluka” jawab Paman Lycca.
            Desa Linserd adalah desa yang kecil dan sederhana, kami semua sudah diajar untuk bertahan dari kecil. Ada beberapa menjadi ksatria yang hebat dalam pertarungan jarak dekta, ada juga yang menjadi penyihir dan menggunakan kekuatan sihir untuk menyerang musuh, ataupun menyembuhkan teman kita, ada juga orang yang hebat dengan panah atau senjata jarak jauh.
             Aku dan paman Lycca menjadi seorang ksatria atau yang biasa disebut Guardian. Guardian biasanya mempunyai pasangan tersendiri, dan tugas Guardian adalah menjaga pasangannya dan selalu disamping dia. Penyihir di desa Linserd biasa disebut sebagai Siren, Rinn adalah salah satu Siren yang ada di desa kita.
            Hari yang ditunggu sudah tiba, aku dan Rinn sudah siap-siap dari subuh untuk mengikuti paman Lycca mengarungi lautan. Disaat aku dan Rinn berjalan ke pelabuhan, kami berbincang-bincang untuk menghilangkan kesunyian.
            “Lenn, apakah kamu yakin ibumu akan baik-baik saja?” tanya Rinn
            “Tentu Rinn, ibuku sudah dijaga oleh paman Roy dan keluarganya. Dia akan baik-baik saja, lagipula aku akan menemukan obat untuk menyembuhkan ibuku,” jawabku.
            Rinn terdiam dan dirinya agak gelisah, mukanya sedikit aneh dari biasanya. Dia terlihat sangat gugup.
            “Rinn, kamu kenapa?” tanyaku penasaran, “ada yang salah Rinn? Kamu sakit” lanjutku.
            “Tidak Lenn, aku hanya sedikit takut dalam perjalanan ini. Ini adalah pertama kalinya aku berjalan denganmu, dan juga pertama kalinya menjadi Siren. Makanya aku agak gugup” jawab Rinn
            Aku hanya tertawa melihat jawaban Rinn dan melanjuti perjalananku menuju pelabuhan Linserd. Butuh waktu sekitar 1 jam perjalanan dari rumah aku menuju pelabuhan Linserd. Saat aku dan Rinn sudah sampai ke pelabuhan, terlihat paman Lycca yang gagah dengan binatang peliharaannya yang sangat pintar.
            “Hei kalian! Cepat datang kesini! Kita harus melabuh secepatnya!” teriak paman Lycca dengan suara yang seram. Terlihat juga dibelakangnya, sudah berdiri kapal kesayangan paman Lycca yang bernama Black Dragon itu, serta awak kapal yang sangat setia kepada paman Lycca.
            “Wow! Keren sekali kapal ini” kata Rinn dengan wajah yang terkejut.
            “Haha! Iya Rinn, kapal ini sudah menjadi legenda” jawabku.
            “Hei anak kecil! Jangan melamun saja! Bantu kami melabuhkan perahu ini” teriak salah satu anak buah kepercayaan paman Lycca yang bernama Zell.
            “Baik paman!” jawab Rinn dan aku serentak sambil membantu paman Zell bersiap-siap untuk berlayar.
            Awak kapal paman Lycca biasa dipanggil sebagai Black Guardian, yang terlihat seram diluar padahal mereka baik hati dan suka menolong orang lain. Black Dragon dulu adalah awak kapal Kapten Veritas, ayahku yang sudah lama menghilang. Semenjak ayah sudah tidak ada, Black Dragon dan Black Guardian dipegang oleh paman Lycca.
            Diatas layar terlihat seorang pemanah yang handal, melihat sekelilingnya dengan ditemani binatangnya. Anggota paman Lycca yang menggunakan panah, yang sangat handal dalam kelincahan dan juga tembakan panah yang akurat dan kuat itu, Arch namanya. Awak kapal kepercayaan paman Lycca yang kedua.
            Sudah waktunya kapal Black Dragon berlayar, mengarungi 7 samudera, melawan semua monster laut dan kembali membawa kebanggaan bagi kota Linserd, juga menyembuhkan ibuku. Tak terasa malam sudah tiba saat kami berlayar, aku pun pergi keluar kamar tidurku untuk mencari udara segar.
            “Tidak peduli apapun yang terjadi, ibuku harus sembuh. Aku akan kembali membawa obat untuk menyembuhkan ibuku” gumamku saat melihat langit yang dipenuhi dengan bintang.
            “Lenn, apa yang kamu lakukan?” tanya Rinn.
            “Iya Rinn, aku hanya melihat bintang-bintang disini. Ada apa Rinn?” tanyaku.
            “Tidak apa-apa, aku hanya tidak bisa tidur. Boleh duduk bersamamu?” kata Rinn dengan muka yang memerah.
            “Tentu Rinn.” Jawabku sambil bergeser sedikit untuk memberikan tempat Rinn untuk duduk. “Bagaimana perasaanmu Rinn? Gugup? Atau senang?” Tanyaku.
            “Kalau boleh jujur, aku takut Lenn. Kehidupan bajak laut sangat keras, aku takut aku tidak bisa bertahan. Aku takut kalau nanti aku tidak bisa apa-apa, dan merugikan kalian semua” jawab Rinn dengan muka yang sedikit gugup.
            “Tenang saja, kamu tidak sendirian Rinn. Awak kapal Black Dragon selalu menjaga sesama awak kapal lainnya. Lagipula paman Lycca selalu melindungi kita semua. Paman Lycca juga sudah pernah bilang, Guardian harus menjaga pasangan Siren yang dia miliki. Berarti aku harus menjaga kamu Rinn, dan aku janji kamu tidak akan terluka. aku berjanji akan selalu menjaga kamu,” jawabku.
Rinn hanya tertawa dan merasa lega dengan perkataanku tadi. Mulai hari itu, aku sudah berjanji kalau Rinn tidak akan tersakiti, aku sudah berjanji kalau Rinn akan selamat dan tidak terluka. Banyak tempat baru yang sudah dilewati oleh kami semua, namun kami tidak bisa menemukan apa-apa. Sampai pada akhirnya kita menemukan sebuah pulau yang terpencil, ditutupi oleh kabut yang tebal dan juga tebing yang curam.
            “Semuanya! Turunkan jangkar! Kita masuk ke pulau itu!” teriak paman Lycca dengan penuh semangat. Seketika itu juga awak kapal bergerak dengan cepat dan menurunkan jangkar.
            “Rinn, jangan pergi jauh-jauh dariku. Tempat ini tampak berbahaya” kataku. Rinn hanya menganggukkan kepalanya.
            Setengah dari awak kapal Black Dragon turun ke pulau itu, setengahnya lagi menjaga diatas kapal. Dengan perahu yang kecil, kami semua beranjak dari Black Dragon mendekat kepulau misterius itu. Pulau itu sangatlah unik, mereka pulai itu serasa terisolasi dan hanya gua kecil yang menjadi jalan masuk ketempat yang lebih dalam dari pulau itu.
            “Tunggu sebentar!!” Teriak paman Lycca sambil melihat-lihat sekeliling gua itu.
            “Kapten Lycca, kita tidak bisa masuk kesana. Itu terlalu berbahaya!” teriak salah satu awak kapal paman Lycca
            “Cih! Kalian payah! Hanya dengan gua kecil ini kalian sudah takut? Kalian tidak pantas menjadi bajak laut!” teriak paman Zell yang memang lebih kuat dari awak kapal lainnya
            “Apa kamu bilang?!” teriak awak kapal lainnya yang merasa direndahkan.
            Seketika itu juga terjadi pertengkaran kecil antara paman Zell dengan awak kapal yang tidak terima oleh perkataan paman Zell.
            “Jangan sombong dulu kamu Zell, kamu tidak bisa apa-apa tanpa kita” teriak salah satu awak kapal Black Dragon.
            * Bruukkk *
            Tiba-tiba paman Zell mengangkat dan mendorong awak kapal yang berbicara tadi sampai terjatuh. Paman Zell pun mengambil senjata pedangnya dan menaruhnya dileher awak kapal yang terjatuh itu.
            “Kalau kamu bukan awak kapal Black Dragon, sudah kuputuskan lehermu itu “ kata paman Zell dengan mata yang melihat sangat tajam
            “Lepaskan dia Zell, atau panah ini akan menembus lehermu” kata Arch sambil menodong panah miliknya.
            Semuanya terdiam melihat itu semua, tidak ada suara satupun. Situasi ini sudah mulai mencekam, aku dan Rinn hanya bisa terdiam. Namun paman Lycca tertawa terbahak-bahak.
            “Sudah Zell, hentikan! Jangan berkelahi” teriak paman Lycca sambil tertawa kecil. Paman Zell mengangkat kapaknya dan menyandarkan kapak miliknya dibahu dia.
            “Ayo semuanya! Kita bergerak” teriak paman Lycca memerintah anak buah miliknya.
            Paman Zell akhirnya melepaskan awak kapal yang lainnya dan akhirnya dia tiba-tiba melihat kearah Rinn dengan muka yang sedikit kaget. Aku dan Rinn mulai sedikit heran melihat paman Zell.
            “Kita harus berhati-hati memasuki gua ini, jangan pernah pergi sendirian. Selalu pergi bersama-sama! Ingat itu!” teriak paman Lycca.
            Sudah berjam-jam kita menjelajahi gua ini dan sudah banyak monster-monster yang kita kalahkan. Situasi semakin mencekam karena gua ini semakin gelap, dan juga kami semua merasakan ada yang membayang-bayangi kami.
            “Kapten Lycca, kami butuh istirahat, kami sudah tidak bisa berjalan lagi” salah satu awak kapal mengeluh.
            Seketika itu juga paman Lycca menyuruh awak kapal beristirahat. Rinn yang sudah sangat pucat mukanya akhirnya duduk dan bersender disebuah batu didalam gua itu.
            “Paman Lycca, apakah paman tidak sadar ada yang mengikuti kita?” tanya aku heran kepada paman Lycca.
            “Tentu Lenn, kita semua sudah tahu hal itu. Namun sekarang bukan saat yang tepat untuk membicarakan itu, kita masih belum tahu apa atau siapa yang terus mengikuti kita” bisik paman Lycca kepadaku.
            Ternyata awak kapal Black Dragon sudah tahu akan hal itu dan bersikap untuk tidak tahu dan memancing sosok yang mengikuti kita terus. Setelah istirahat 30 menit, kita pun melanjutkan perjalanan. Kejadian selanjutnya benar-benar diluar dugaan kami semua.
            Kami semua mulai merasakan gempa yang sangat hebat selama 5 menit. Awak kapal Black Dragon panik semua, dan ketakutan. Lalu gempa yang dahsyat itu berhenti dan semua menjadi tenang. Saat kami ingin melanjutkan perjalanan, tiba-tiba lantai dimana aku, paman Zell, dan Rinn terbelah dan kami jatuh kedalam lubang itu.
            “Lenn!!” teriak paman Lycca saat ingin meraih tanganku.
            “AAARRRRGGGHHH !!” kami bertiga berteriak ketakutan sambil merosot jatuh kedalam gua yang lebih dalam.
            * Bruuk *
            Kami pun sampai didasar lubang itu, paman Zell dengan cepat berteriak “kapten! Kami tidak apa-apa, teruslah berjalan, temukan kami semua”.
            “Untunglah kita tidak mati yah, hehe” kataku sambil tertawa kecil.
            “Lenn! Lenn!” teriak Rinn dengan nada yang hampir menangis. “Aku takut Lenn!” kata Rinn dengan muka yang sedikit lagi hampir menangis.
            “Rinn, tenanglah. Kita masih hidup, dan aku akan menjagamu sampai perjalanan ini selesai, jangan menangis” kataku mencoba menenangkan Rinn yang sepertinya masih kaget akan kejadian yang baru kita lalui.
            Aku pun memeluk Rinn dan mencoba menenangkan dirinya yang sepertinya trauma.
            “Hei anak kecil! Cepatlah, kita harus berjalan menemui paman Lycca. Jangan cengeng!” kata paman Zell
            Rinn pun berdiri, berkata kalau dirinya tidak apa-apa dan kita melanjutkan perjalanan untuk menemui paman Lycca. Berjam-jam sudah berlalu dan kami tidak menemukan jalan untuk keluar dari dasar gua ini. Banyak gempa-gempa yang kita alami dan tidak henti-hentinya monster terus datang.
             * Woosh *
            Tiba-tiba sosok yang terus mengikuti kita daritadi berada dihadapan kita bertiga. Paman Zell langsung mengambil pedangnya dan menyerang sosok bayangan itu.
            “Gyaaahh!!” teriak paman Zell
            Namun sosok misterius itu menusuk pedangnya yang masih ditutupi oleh sarung pedang kearah perut paman Zell, sampai akhirnya paman Zell tidak sadarkan diri.
            “Paman Zell yang sebegitu besarnya bisa dikalahkan dengan satu gerakan, pria ini pasti akan membunuh kita” kata Rinn ketakutan.
            Walau aku juga takut, aku harus menepati janjiku, aku akan melindungi Rinn.
            “Rinn, mundur. Akan kulawan dia” kataku mencoba menyingkirkan Rinn.
            “Hei Lenn. Lama tidak berjumpa yah?” kata sosok misterius itu.
            “Siapa kau?! Darimana kamu tahu namaku?” tanyaku dengan heran.
            Pria itu lalu membuka topeng yang dia pakai dan kami terhentak kaget melihat muka pria itu. Dia pun bilang kalau dia terus mengikuti mereka, seketika itu juga dia pun menghilang, seperti bayangan.
            Paman Zell pun bangun dan bertanya-tanya kemana pria bertopeng itu pergi. Aku dan Rinn menjawab kalau dia sudah pergi. Kami pun meneruskan perjalanan sampai akhirnya kami bisa bertemu kembali dengan paman Lycca.
            “Syukurlah kalian tidak apa-apa!” kata paman Lycca dengan lega.
            “Kapten, kita bertemu sosok misterius itu dan dia berhasil menhajarku sampai pingsan. Tapi kedua anak ini tidak apa-apa” kata paman Zell memberikan laporan.
            “Untung kamu tidak dibunuh Zell” kata paman Arch dengan nada yang sedikit meledek.
            “Bagus, selama kalian berpisah dengan kita semua, aku mendapatkan beberapa informasi. Gua ini adalah gua dimana Calypso dan Kraken berada. Ini berarti obat yang kamu cari ada didalam gua ini, kita hanya perlu mencari lebih dalam” kata paman Lycca menceritakan semuanya.
            Kami pun melanjutkan perjalanan kami sampai akhirnya gempa yang sangat dahsyat menjatuhkan kami semua ketempat yang dipenuhi dengan air. Air menggenangi sampai lutut kami semua, dan didepan kita, monster yang melegenda, Kraken.
            “Semuanya! Bersiap untuk perang!” teriak paman Lycca
            Kraken tidak sendirian, dia sudah mempunyai pasukan-pasukan yang sepertinya dipanggil oleh Calypso. Semua sudah siap bertempur, pedang, panah, tameng, tongkat, semuanya sudah disiapkan untuk berperang melawan pasukan Calypso.
            “Arch, ambil semua pasukan dan lawan pasukan-pasukan kecil itu, cepat! Zell, ikut aku. Kita akan makan sea food  malam ini” perintah paman Lycca. “Lenn, Rinn bantu Arch dan tolong, jangan terbunuh” lanjut paman Lycca.
            Pertempuran pun dimulai semua awak kapal Black Dragon mengeluarkan semua tenaga yang mereka miliki untuk membunuh Kraken, namun usaha mereka tetap sia-sia. Sampai akhirnya sosok misterius yang tadi datang dan membantu kami semua.
            “Ayah! Kau datang!” teriakku dengan muka yang bahagia.
            “Tentu saja Lenn” kata ayahku dengan nada yang santai.
            Ya benar, sosok misterius yang terus mengikuti kami semua, sosok misterius yang menghajar paman Zell dengan satu pukulan, tidak salah adalah ayahku, Veritas. Sang legenda.
            “Cih Veritas! Sudah lama tidak bertarung bersama kan?” kata paman Lycca.
            “Haha, sudah saatnya kapal Black Dragon kau kembalikan Cca” kata ayahku.
            “Kapten Veritas! Kita harus   menemukan Calypso! Apa yang harus kita lakukan kapten Veritas?!” teriak paman Zell.
            Dengan cepat moral awak kapal Black Dragon naik mengetahui kalau legenda yang pernah hilang, datang kembali.
            “Baiklah! Zell, Arch, dan pasukan yang lain hajar pasukan Calypso! Lycca, kita akan makan sea food sekarang, hajar Kraken! Lenn dan Rinn, cari Calypso dan ambil hati Calypso, itu akan menyembuhkan ibumu, jangan lupa bawa ini Lenn” perintah ayahku sambil memberikan pedang miliknya dan juga gelang yang menunjukkan bahwa aku sudah menjadi wakil kapten dari Black Dragon.
            “Baik ayah” kataku.
            “Oke Kapten!” kata paman Zell dan paman Arch.
            “Sea food, Sea food!” kata paman Lycca dengan muka yang menantang.
            Pertarungan kembali dimulai, aku dan Rinn berlari untuk menghindari Kraken dan menemukan Calypso.
            “Rinn! Cepat ayo! Kita tidak boleh lama-lama, mereka membutuhkan bantuan kita!” teriakku sambil menarik tangan Rinn.
            Rinn berlari dengan cepat dengan muka yang bergairah, berbeda dengan muka Rinn yang pernah ku temui. Ruangan demi ruangan yang ada didalam gua kami masuki untuk menemui Calypso. Sampai akhirnya kami menemukan sebuah ruangan yang dijaga oleh sebuah monster besar yang bernama Krakto, monster berwujud babi yang berdiri, menggunakan tameng dan juga pedang.
            “Baiklah Rinn, aku akan menghancurkan tamengnya. Jika tameng Krakto sudah hancur, gunakan lightning bolt  untuk menghancurkan dia” perintahku kepada Rinn.
            “Oke kapten Lenn!” kata Rinn sambil sedikit tertawa.
            “Calypso! Cukup sudah kau hidup didunia ini!” teriak ku sambil berlari menyerang Calypso dan melumpuhkan tameng yang dimilikinya.
            “Rinn! Sekarang!” teriakku memberikan aba-aba kepada Rinn.
            “Lightning Bolt!” teriak Rinn sambil petir menyambar dan melumpuhkan Calypso yang menjadi tidak berdaya.
            “Hyaaahh!!” teriakku sambil menusukkan pedang ayahku kedalam hati Calypso dan menarik hatinya keluar. Segera setelah hati Calypso keluar, aku menaruhnya didalam sebuah kotak.
            Aku dan Rinn pun berlari kearah ayahku dan anggota Black Dragon yang lainnya. Gua mulai bergetar dengan hebatnya, sepertinya akan roboh.
            “Black Guardian! Cepat keluar dari gua ini! Akan kutahan monster ini” jawab ayahku yang gagah berani menghadapi Kraken.
            “Hei kalian! Cepat keluar dari gua ini! Ikuti aku!” teriak paman Zell yang memimpin anggota Black Dragon keluar dari gua ini.
            “Tapi ayah? Ibu ingin melihat ayah, aku ingin keluarga kita lengkap! Ayah harus ikut!” teriakku dengan suara yang sedikit kecewa.
            “Ingat Lenn, ayah akan selalu bersama dirimu. Ayah tidak akan pergi jauh Lenn” jawab ayah sambil menenangkan diriku.
            “Tapi ayah…..” pembicaraanku dipotong oleh Rinn yang menarik-narik bajuku.
            “Tenang Lenn, ayahmu akan terus aku jaga. Sebagai gantinya, tolong jaga adikku yah Lenn” lanjut paman Lycca.
            “Ayah…. Paman Lycca…. Aku sayang kalian, jangan pernah menghilang dari ingatanku, kalian adalah pahlawan-pahlawanku” jawabku sambil menutup mata dan berlari keluar dari gua yang gelap itu.
            Semuanya sudah berakhir, ibuku sudah sembuh. Rinn menjadi seseorang yang penting didalam hidupku, dia menjadi Siren sekaligus pacar bagi diriku. Aku menjadi kapten dari kapal Black Dragon, paman Zell dan paman Arch terus mendukungku. Paman Lycca dan juga ayahku, walau mereka sudah tidak ada, namun mereka terus ada didalam hati kita semua, hati penduduk Linserd.
            “Sayang, kita harus pergi sekarang. Kamu kapten sekarang” teriak Rinn memanggilku.
            “Ibu, aku akan pergi sebentar. Jaga dirimu yah, aku akan segera pulang” jawabku mengucapkan kata-kata perpisahan.
            Ibuku hanya mengangguk-ngangguk dan memberikan sebuah liontin emas, perhiasan kawin miliknya dan ayah.
            Seiring aku keluar dari rumah, paman Zell dan Rinn sudah menungguku. Dari kejauhan penjual koran sudah berteriak-teriak.

            “DUA SOSOK MISTERIUS SUDAH MENOLONG NELAYAN-NELAYAN!”

Created by Budi Christanto

Sabtu, 05 September 2015

Sepasang Mata Biru

Hari ini langit bagaikan lautan bintang, sinar bulan purnama menambah indahnya pemandangan malam. Ditemani dengan hembusan angin, aku berbaring dibawah cakrawala, menikmati kesunyian yang ditawarkan sang bumi. Dinginnya malam tak menusuk tulangku, bahkan memberikan ketenangan bagi ragaku yang sudah sangat lelah ini. Seketika aku teringat akan sesuatu. Hai bulan dan bintang, maukah kau mendengar kisah ku?

Saat itu aku sedang bermain disebuah taman, berayun menikmati lembutnya terpaan angin senja. Taman yang tak jauh dari tempat tinggal ku memiliki banyak permainan yang bisa dinikmati, sehingga tak jarang banyak anak atau bahkan remaja sepertiku yang menikmati waktu senggangnya di tempat yang tidak terlampau luas ini. Aku sendiri sering menghabiskan waktu secara sendirian. Ya, aku suka sekali menyendiri, terasa lebih nyaman dan tenang.

Sore itu menjadi sore yang tidak seperti biasanya sepanjang hidupku. Aku memang berayun di ayunan tengah seperti biasa, sendirian menikmati segarnya angin ditemani dengan sepasang earphone dan lentunan lagu, namun kali ini ada yang berbeda. Terlihat sesosok pria sedang berbaring dalam kolam pasir tak jauh dari tempatku, pria yang tidak pernah ku lihat sebelumnya. Ia memiliki kaki yang jenjang, wajah yang terlihat begitu tenang berbaring diatas tumpukan pasir, ditambah dengan kulit putihnya yang tanpa disadari menghipnotis mata ini untuk terus memandangnya.

Sadar akan ada yang memperhatikannya, pria itu terbangun. Sepasang mata berwarna biru miliknya menatap mataku. Tatapannya begitu tajam, namun masih terasa hangat, sungguh indah. Pria itu kemudian beranjak dari tempatnya, melangkahkan kakinya meninggalkan taman. Pandanganku tak bisa lepas darinya, mataku masih memperhatikannya sampai bayangannya menghilang. Aneh... itulah yang kurasakan saat itu.

Hari berganti, kakiku seperti biasa melangkah menuju taman itu. Namun kali ini, aku datang bukan untuk menikmati kesendirianku. Sesungguhnya aku ingin mencari sesuatu, ya pria hari kemarin. Entah mengapa mataku merindukan sosok pria itu. Dengan penuh harapan akan bertemu dengannya lagi, aku melaju dengan langkah yang bersemangat.

Langit hampir gelap, posisiku tidaklah berubah sejak tadi. Sebuah ayunan bagian tengah yang menghadap ke kolam pasir, itulah tempat langgananku. Sudah beberapa jam aku berayun, menantikan kehadiran sang pemilik mata indah itu. Nampaknya ia tidak hadir hari ini, ku paksa kakiku untuk tidak melangkah pulang. Menunggulah sedikit lagi, berharaplah lagi, menantikan kedatangannya.

Hai penerang malam, tahukah kau apa yang terjadi saat itu? saat aku menaruh harapan dan menghabiskan waktuku ditaman itu, menantikan si pemilik mata biru nan indah itu? ya.. kalian benar, ia tidak muncul. Ia tidak menampakan dirinya. Hingga saat ini, aku tidak pernah melihat sepasang mata seperti itu lagi. Setiap sore aku seperti biasa aku berada di taman, namun diriku tidak menemukan apa yang sedang ku cari. Entah mengapa aku begitu terobsesi dengan sepasang matanya. Mengapa tanyamu? Sesungguhnya akupun tak tahu hai bintang.