11.
langkah-langkah yang dapat dilakukan oleh
jurnalis tersebut untuk menghindari somasi dari ketua MA adalah,
a.
berdasarkan PPMS
poin 2, "wartawan harus
melakukan proses verifikasi dengan mewawancarai ketua MA, menanyakan kebenaran
akan tindakan pelangaean lalu lintas dan mendamprat polisi yang menghentikan
kebenarannya". Ketua ketua MA memberikan konfirmasi dan menyatakan
bahwa berita itu kelir, maka jurnalis harus memakai hak ralat dengan mengoreksi
berita yang diliput oleh dia pada awalnya.
namun ada pengecualian, andaikan ketua MA tidak dapat dihubungi maka
berita boleh diterbitkan tanpa melalui proses verifikasi.
b.
berdasarkan Kode
Etik Jurnalistik pasal 3 , "wartawan
Indonesia selalu menguji informasi, memberitakan secara berimbang, tidak
mencampurkan fakta dan opini yang menghakimi, serta menerapkan asa praduga tak
bersalah". dalam pasal ini, wartawan wajib memberitakan berita secara
berimbang, ini berarti jurnalis harus mencari informasi dengan mewawancari
kedua belah pihak, yakni pihak sumber berita yang adalah anggota DPR RI, dan
Ketua MA sebagai pelaku. didukung dengan pasal
3 poin a yang menyatakan bahwa wartawan harus menguji informasi berarti
melakukan check and recheck tentang kebenaran infomasi itu
22.
dalam jurnalis online, kecepatan berita memang
menjadi karakteristik yang khas, namun jangan dilupakan karakteristik lain
yakni keakuratan. seorang jurnalis harus memastikan berita yang ditulisnya
memiliki kredibilitas dari segi sumber berita, dan juga harus memperhatikan
fakta sesuai dengan Kode Etik
Jurnalistik pasal 2 poin d "menghasilkan
berita yang faktual dan jelas sumbernya". Dalam kasus nomor 2, sumber dari peliputan
berita tersebut adalah media sosial, dalam hal ini sumber berita tidak memiliki
kredibilitas karena media sosial twitter
adalah sebuah wadah dimana para penggunanya dapat bebas berkomentar dan
berbicara dalam dunia masa, sehingga kredibilitas faktanya tidak dapat
dipertanggungjawabkan. sesuai dengan Kode Etik Jurnalistik pasal 4 "wartawan Indonesia tidak membuat berita
bohong, fitnah, sadis, dan cabul" hal ini menekankan bhawa wartawan
Indonesia harus melakukan kredibilitas fakta dan sumber, jangan sampai dicap
membuat berita bohong
Bila sang jurnalis ingin tetap menulis
berita tersebut, harus melakukan konfirmasi kepada pejabat yang diduga
melakukan manipulasi dana sesuai dengan PPMS
poin 2
33.
Pemberitaan media online tersebut diketahui
berasal dari media obrolan di media sosial, dalam hal ini, seharusnya jurnalis
terlebih dahulu melakukan penelitian dan melakukan verifikasi data , mengingat
media sosial merupakan wadah dimana semua penggunanya dapat meluapkan opini dan
berita apapun tanpa jelas kebenarannya.
Dalam kasus ini, sebuah berita online telah
diterbitkan dan baru diketahui faktanya bahwa berita yang dimuat adalah berita
yang bohong. Hal ini mengakibatkan jurnalis telah melanggar beberapa Kode Etik Jurnalistik pasal 3 dimanawartawan
harus selalu menguji informasi, memberitakan secara berimbang, tidak
mencampurkan fakta dan opini....., serta Kode
Etik Jurnalistik pasal 4 bahwa wartawan Indonesia tidak membuat berita
bohong, fitnah, sadis, dan cabul. Dalam hal ini, wartawan memiliki hak ralat
sesua dengan PPMS poin 4 dimana
wartawan harus membuat berita yang meralat kesalahan di berita awal sesuai
dengan kaedah Kode Etik Jurnalistik
pasal 10
44.
berdasarkan kasus ini, wartawan seharusnya
kembali melihat PPMS pasal 2 yang
melakukan verifikasi dan keberimbangan berita. dalam hal ini, foto yang
digunakan oleh junalis adalah foto yang salah karena tidak sesuai dengan situasi
pemberitaan berita. karena keteledorannya, jurnalis ini telah melanggar Kode Etik Jurnalistik pasal 2 poin yang e
tentang "rekayasa pengambilan dan
pemuatan atau penyiaran gambar, foto, suara, dilengkapi dengan keterangan
tentang sumber dan ditampilkan secara berimbang" . Harusnya sang
jurnalis menjelaskan kepada pembaca sumber foto yang dipakai karena foto
tersebut ternyata tidak sesuai dengan kondisi pemberitaan pada saat itu.
15.
sebagai pembuat berita, media online b harus
melakukan koreksi pemberitaan, sesuai dengan PPMS pasal 4 tentang ralat, koreksi, dan hak jawab, dan tindakan
koreksi ini harus sesuai dengan pedoman Kode Etik Jurnalistik. media online B
harus memperhatikan PPMS pasal 4 poin d karena beritanya telah tersebar atau
disebarkan oleh media lainnya, sehingga media online B bertanggungjawab untuk
mengkoreksi berita yang salah dan diikuti oleh media online A yang ikut
menyebarluaskan berita yang salah tersebut.